Minggu, 23 Agustus 2015

Syahdu Syair Family of the Year


"Let me go, I don't wanna be your Hero..."

Jika pernah mendengar sepenggal lirik lagu syahdu dari band rock indie asal Los Angeles, Amerika Serikat, Family of the Year. Lirik yang menarik dari band yang di awaki oleh  Joseph Keefe (vokal/gitar), Sebastian Keefe (drum/vokal), James Buckey (gitar/vokal), dan Christina Schroeter ( keyboard / vokal ) ini memang tidak se populer lagu dari band band papan atas dunia, namun lagu ini sempat mencuri perhatian setelah alunan halusnya terdengar mulus dalam salah satu film tersukses di tahun 2014, Boyhood.


Lagu yang menceritakan tentang pernyataan seseorang bahwa dirinya hanyalah seperti orang-orang lain, biasa saja, tidak spesial dan tidak ingin menjadi pahlawan, hanya ingin hidup seperti orang-orang sediakala.

Telinga yang mendengar alunan lagu ini langsung bergegas mencari judul dan si empunya lagu begitu pertama kali terdengar di soundtrack film Boyhood. Youtube pun mungkin lelah menyajikan subjek dengan nama band dan judul lagu ini karena seringnya minat untuk mendengarkan muncul.

Tidak hanya "Hero" saja sebenarnya lagu andalan dari band yang mengawali karir pada tahun 2009 ini, beberapa single hits nyaman di telinga yang tak kalah menarik lainnya diantaranya adalah, "Buried", "Diversity", "In The End" dan "Make You Mine".

Mari kita nikmati, syahdu syair Family of the Year. Ciamik.



Rabu, 12 Agustus 2015

Menuju Mahameru



Mahameru merupakan puncak tertinggi di pulau padat penghuni, Jawa. Bertempat di desa Semeru, Kabupaten Malang, Mahameru menyajikan perjalanan panjang nan melelahkan kepada kita sebelum sampai kepadanya.
Apalah arti melakukan perjalanan tanpa adanya persiapan, mulai dari pendataan teman yang ikut,
pendaftaran menaiki gunung, persiapan peralatan sampai estimasi biaya untuk mencapai sana.


Persiapan peralatan pribadi menjadi beban tersendiri mengingat perjalanan ini tidak main-main, cukup merepotkan bagi pemula yang ingin menjaja, bisa pinjam jika punya mental baja, atau beli jika kantong cukup berisi.


Sampai pada hari keberangkatan, menggunakan kereta ekonomi pun sudah cukup untuk menginjakkan kaki di kota Malang, kota terakhir sebelum sampai pada tujuan.


Pastikan angkutan penunjang keberangkatan telah siap, Setelah berbelas jam (jika dari Jakarta) menuju Malang, masih harus melakukan perjalanan lagi menuju Ranupani.



Jip menjadi solusi penduduk sekitar untuk membantu mengantar para peminat Semeru, setelah melewati Bromo dan Tengger, sampailah pada pos start sebelum melangkah lebih jauh, Desa Ranupani.

Persiapan terakhir, serta utama doa kerap dipanjatkan demi meminimalisir hal yang tidak di ingini.
Langkah demi langkah pun mulai menjamah jarak yang cukup jauh, lebih lelah dari biasa, dengan suasana berbeda.


Tujuan pertama bernama Ranukumbolo, tempat yang cukup egois, karena menyeret segala keindahan yang ada di bumi, ada air, pegunungan, serta pemandangan sang sinar bumi dari terbit hingga tenggelam.
Tempat melepas lelah dan rehat sejenak setelah melakukan perjalanan berkilo meter untuk sampainya, sebelum melanjutkan ke tujuan  utama tentunya.
Tempat merangkum asa, di Ranukumbolo.



Lanjutkan perjalanan esok harinya, melewati latar bernama Oro-oro Ombo, yang jika pada musimnya, digandrungi tumbuhan indah bernama Lavenda yang berwarna. Namun, tidak beruntung kali ini, silau kemarau menyebabkan ranting kering tak bergeming, tak ada warna pada sela perjalanan, namun Mahameru mulai menunjukkan wujud perkasanya.


Cemoro Kandang menjadi langkah selanjutnya, kembali kering saat disini, saru dengan kekeringan yang pendaki alami, sambil cemas terhadap persediaan air, namun tetap ber asa untuk melanjutkan perjalanan karena haru biru langit masih mencuat memberikan secercah semangat harapan.


Sampai pada tempat dengan nama yang cukup membuat ngeri, Kalimati, yang sebenarnya tidak semati namanya, namun menjadi tempat yang bermanfaat karena menjadi tempat istirahat terakhir sebelum menuju yang paling dituju. Ya, ditempat ini melegakan karena terdapat air meski mencapainya juga tidak mudah. Tempat yang terkadang sudah membuat puas karena sudah cukup bangga untuk sampai disini, enggan untuk beranjak mencapai puncak. Jangan berhenti mati di Kalimati.

Sebelum pagi datang, baiknya tuk beranjak. Ranah tanah yang mulai berubah, vegetasi terakhir telah terlewati, tantangan terberat menuju yang dinanti. Buah filosofi jarak 5 centi hidung dengan lutut kaki kerap dirasakan karena sulitnya area daki.


Semakin daki, semakin lelah terasa, lemas dan kantuk mulai menyeruak, sementara yang dituju tak kunjung sampai. Kembali asa mulai menipis, persediaan telah habis, semangat mulai hilang ketika melihat keatas tak terlihat ujung, langkah mulai tak berarti, gemulai, duduk menjadi hal paling dinanti.


Melihat sekitar, sang surya telah mulai menerbitkan sinarnya, membuat dua sisi dalam diri berdebat. Sudahi saja sampai disini, indah sudah didapat. Menyerah dan menikmati serasa jadi keputusan paling tepat mengingat puncak tak kunjung tergapai. Sampai para pendaki pendahulu yang telah turun memberikan semangat solidaritas mereka. "Semangat mas, sedikit lagi". Lawan jenis yang berbicara, membuat satu sisi diri lagi seakan mengumpulkan gelombang semangat menyusun kembali niat. Kudaki perlahan, meski kaki sulit tuk berdiri. Angin berdebu seakan melucuti pendakian yang sebenarnya telah dekat namun justru semakin berat.Sampai.



Setelah kulihat dua rekan yang telah lebih dulu mendarat, melayangkan selamat sembari memberikan pelukan sahabat, ini lah tujuan tertinggi yang dicapai saat menuju kesini, haru memandangi sekitar, mengingat momentum sejenak, kelup bahagia terpapar bagi setiap orang yang menghampiri tempat ini. Lalu, sapu debu dengan haru biru, menuju Mahameru. 3676 mdpl.