Senin, 08 Februari 2016

Liverpool oh Liverpool

Liverpool kala itu via 3.bp.blogspot.com

Perasaan hampir frustasi (atau mungkin sudah frustasi?) tengah menimpa ‘’The Kop’’, sapaan akrab para pecinta klub sepak bola yang bernama sama dengan kotanya, Liverpool. Beberapa tahun terakhir, klub ini kerap menjadi bahan cibiran terpopuler di perkancahan ’si kulit bundar’. Hal itu tak lepas dari imbas terseoknya prestasi klub yang pernah menjadi yang terbaik sejagat ini. Alih-alih pertama kali mengangkat trofi English Premier League, bersaing meraih posisi kompetisi sepertiga malam (Champions League) pun seperti mimpi. Tak pelak, label ‘medioker’ pun perlahan melekat.

Era 70-80an adalah masa kejayaan mereka –ups, sudah lama sekali, ya, lama- paling tidak, satu dekade yang lalu, tim ini masih diperhitungkan dan menjadi tim yang ditakuti. Sekarang? Tim papan bawah pun berharap setiap pekan mereka bertemu Liverpool agar lolos dari jurang degradasi, karena ”The Reds” kini dikenal sebagai tim yang baik, dengan kegemaran membagikan poin cuma-cuma kepada tiap tim dalam table 20, tanpa terkecuali.


Sang Legenda pun tak kuasa 3.bp.blogspot.com

Sudah bukan waktunya membanggakan 5 gelar Eropa yang prestisius itu, atau 18 gelar liga domestik yang pernah diraih. Sudah berapa ratus pesepakbola hebat yang lahir kala terakhir Liverpool raih gelar Liga Inggris? Dari tahun ketahun, harapan baru terus muncul, namun bukannya harapan dicapai, prestasi malah menurun –jika tidak dibilang anjlok-. Legenda dalam satu dasawarsa lebih pun sudah beralih mengangkat bendera putih, ya, salah satu alasan yang membuat pecinta Liverpool menyukai Liverpool, Steven Gerrard, sudah angkat kaki dari Anfield sejak musim lalu.

Kedatangan pelatih sekelas Juergen Klopp awalnya membawa harapan (lagi) yang membumbung tinggi mengingat prestasinya merubah klub medioker menjadi klub populer. Namun, beberapa pertandingan telah dilalui, hasil yang didapat tak jauh berbeda dari pendahulunya. Memang, terlalu sangat cepat memvonis bahwa Klopp cenderung gagal. Namun, potensi gagal lagi itu ada, melihat bagaimana ‘masih bingung’nya ia ketika dalam pertandingan Liverpool mengalami ketertinggalan skor. Alasan tepatnya, ini bukan skuad yang diinginkan Klopp. Bak diberikan mobil balap yang tengah ‘ringsek’ namun dengan ekspektasi bisa finish terdepan.


Mereka belum pernah lihat Liverpool berjaya via 4.bp.blogspot.com
Apa yang sebenarnya terjadi pada klub yang identik dengan “You’ll Never Walk Alone” nya ini –belakangan banyak plesetannya- ? Para fans, analisis dan komentator lapangan hijau telah banyak menerka permasalahan yang terjadi mengapa prestasi Liverpool surut. Dari mulai manajemen yang buruk, misal kebijakan transfer, sampai yang terbaru malah semena menaikkan harga tiket ditengah performa labil. Dari sisi teknis, selain selama sewindu terakhir belum menemukan arsitek berkarakter kuat (sebelum kedatangan Klopp) yang bisa mengangkat mental jawara, Liverpool, tidak pernah mempunyai skuat lengkap nan komplit yang bisa memenangi trofi. Selalu ada titik lemah mencolok, dari lini depan, tengah sampai belakang bergantian mengerang kegagalan.


Dalam satu waktu terdapat satu sampai 3 pemain bintang, bukannya menambah untuk melengkapi, malah membuang satu bintang untuk mendapatkan sececer pemain medioker. Bisa dilihat sekarang, coba sebutkan siapa yang layak jika ada orang yang berbicara tentang Liverpool, siapa pemain yang harus selalu disebut? Laiknya Cristiano Ronaldo di Real Madrid dan Lionel Messi di Barcelona, atau jika terlalu jauh paling tidak Eden Hazard di Chelsea. Coutinho? Khawatir cepat atau lambat dia pasti berfikir akan nasib pribadinya, daripada mengorbankan karir potensialnya di klub yang stack, lebih baik dia berkembang sampai puncak dengan raihan gelar di klub yang lebih besar.


Asa itu masih ada via 4.bp.blogspot.com


Rasanya tak cukup dalam satu judul blog untuk membahas klub dengan warna paten merah ini. Terlalu banyak, sebanyak harapan kami para penikmat permainan sebelas lawan sebelas untuk kejayaan klub kesayangan. Biar bagaimanapun, kalah, menang, senang, kesal, ujung-ujungnya jika ada Liverpool, kita akan menyediakan waktu khusus untuk menontonnya. Jika rasanya musim ini telah berakhir –atau kalian masih percaya Liverpool berjaya di Wembley akhir Februari nanti?-, seperti yang sudah-sudah, ‘masih ada musim depan’.

Menyerah dalam berharap bukanlah pilihan bagi kita yang sudah terasah berada dibawah. Tetap percaya, mungkin takdir baik belum menghampiri, setidaknya kita nikmati saja alunan “heavy metal” yang buat jantung berdebar acapkali Liverpool lakukan pertandingan. Semoga. 

Come on you mighty reds! #YNWA